Serang
0
“Motivasi” atau Janji Palsu? Ghofur Klarifikasi Soal THR dan PPPK Perangkat Desa
SERANG – inovasiNews.com Pernyataan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Serang, Abdul Ghofur, soal angin segar Tunjangan Hari Raya (THR) dan peluang pengangkatan PPPK bagi perangkat desa kembali memicu polemik. Setelah menuai kritik tajam dari publik, termasuk LSM Sedanten, Ghofur buru-buru memberikan klarifikasi dengan menyebut bahwa pernyataannya hanya bentuk “motivasi”, bukan janji politik.
Namun klarifikasi tersebut dinilai banyak pihak sebagai upaya “ngeles” belaka karena tidak sejalan dengan konteks ucapannya di hadapan ribuan perangkat desa yang tengah menuntut kepastian hak.
Klarifikasi yang Dinilai Tidak Konsisten
Ghofur menegaskan dirinya tidak pernah menjanjikan perangkat desa akan diangkat menjadi ASN atau PPPK karena hal itu merupakan kewenangan pemerintah pusat. Ia juga mengklaim tidak menjanjikan THR.
Akan tetapi, penyampaian wacana THR yang jelas belum memiliki payung hukum di Kabupaten Serang, dan peluang PPPK dalam forum besar dianggap menimbulkan ekspektasi yang tidak realistis.
“Motivasi yang efektif adalah motivasi yang realistis. Memberi harapan atas THR yang tidak dijamin regulasi hanya akan menciptakan ekspektasi palsu dan berujung pada kekecewaan massal,” ujar Ketua Sedanten, Ahmad Jati.
Studi Banding Garut–Kebumen Tak Relevan Tanpa Regulasi Daerah
Dalam klarifikasinya, Ghofur menyebut siap mengajak perangkat desa studi banding ke Garut dan Kebumen yang sudah memberikan THR.
Namun ia tidak menjelaskan bahwa keberhasilan daerah tersebut bertumpu pada Perda dan Perbup yang secara legal mengatur mekanisme dan beban fiskal THR. Sementara di Kabupaten Serang, regulasi itu belum ada.
Tanpa Perda dan Perbup, wacana studi banding hanya berpotensi menjadi kegiatan seremonial yang menghabiskan anggaran, tanpa menghasilkan kebijakan konkret.
Kerancuan Pemahaman Soal Status Perangkat Desa
Ghofur juga mengakui status perangkat desa, apakah honorer atau outsourcing yang merupakan kewenangan DPMD dan BPKAD. Namun pernyataan tersebut dinilai menunjukkan minimnya pemahaman dasar mengenai regulasi desa.
Dalam UU Desa, perangkat desa bukan honorer, bukan outsourcing, melainkan pejabat desa yang memiliki Siltap dan tunjangan dengan skema APBDes. Kerancuan istilah ini justru menguatkan kritik bahwa sebagian pejabat publik belum memahami aturan fundamental terkait desa.
Publik Tidak Memelintir, Pernyataan di Forumlah yang Menimbulkan Multi Tafsir
Alih-alih menyalahkan publik karena dianggap memelintir ucapannya, Ahmad Jati menilai Ghofur perlu lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan di ruang publik, terutama yang menyangkut hak perangkat desa.
Perangkat desa tidak membutuhkan “motivasi” tanpa dasar hukum, melainkan kepastian Siltap, kepastian pembayaran, dan konsistensi regulasi, bukan harapan baru yang tidak jelas.
Fokus DPRD Harus Pada Pengawalan Hak Dasar
Publik menegaskan DPRD seharusnya memulai langkah konkret dengan menginisiasi Perda/Perbup jika memang ingin mendorong kebijakan THR, dan mengawal pembayaran Siltap yang rutin, serta mengawasi kebijakan anggaran desa dan kepegawaian perangkat desa.
Janji THR dan PPPK bukan berada di tangan DPRD Serang, sehingga menebar wacana tanpa dasar hukum justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian di akar rumput.
(*/Red)
Via
Serang