Pemahaman yang Perlu Diluruskan: Study Tour untuk Siswa TK, SD, dan SMP Masih Dimungkinkan di Kabupaten Tangerang
Tanggerang - inovasiNews.com Dalam beberapa hari terakhir, beredar informasi mengenai larangan kegiatan study tour oleh sekolah-sekolah di Provinsi Banten. Banyak orang tua dan sekolah bertanya-tanya, apakah larangan tersebut berlaku untuk semua jenjang pendidikan? Penting untuk diluruskan bahwa larangan study tour yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 900.1.7.1/6345/Dindikbud/2025 hanya berlaku untuk jenjang SMA, SMK, dan SKh. Surat ini dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten dan bersifat khusus untuk tingkat menengah atas.
Sementara itu, untuk jenjang PAUD, TK, SD, dan SMP, kebijakan larangan belum diberlakukan secara menyeluruh di seluruh wilayah Provinsi Banten. Artinya, masing-masing daerah masih memiliki kewenangan untuk mengatur sesuai kebutuhan dan situasi wilayahnya.
Contohnya, Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah mengeluarkan surat edaran yang secara khusus melarang kegiatan study tour untuk semua jenjang, termasuk PAUD hingga SMP. Namun, hal ini belum diberlakukan di wilayah Kabupaten Tangerang.
Hingga saat ini, belum ditemukan adanya surat edaran resmi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang yang melarang kegiatan study tour untuk sekolah-sekolah jenjang TK, SD, dan SMP sederajat di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, sekolah-sekolah di Kabupaten Tangerang masih dapat melaksanakan program study tour atau outing class, selama kegiatan tersebut dirancang secara edukatif, aman, dan mendapat persetujuan dari orang tua serta komite sekolah.
Pemerintah Provinsi Banten, melalui Gubernur Andra Soni, memang mendorong agar kegiatan study tour dilakukan di dalam wilayah Banten. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat mengenal lebih dekat potensi edukatif dan wisata lokal yang dimiliki daerahnya.
Namun, dorongan tersebut bersifat imbauan, bukan pelarangan mutlak bagi jenjang pendidikan dasar di kabupaten yang belum mengeluarkan edaran resmi. Ini penting dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Study tour pada dasarnya merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran di luar kelas yang dirancang untuk memberi pengalaman langsung kepada siswa. Jika dikelola dengan baik, kegiatan ini bisa menjadi sarana penguatan materi pelajaran dan pembentukan karakter siswa.
Oleh sebab itu, kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat, media, maupun pemerintah harus tetap proporsional dan berbasis pada fakta regulasi yang berlaku di tiap wilayah administratif.
Larangan atau pembatasan memang bisa diberlakukan, terutama jika menyangkut faktor keselamatan siswa dan efektivitas pendidikan. Tetapi keputusan tersebut sebaiknya tetap mempertimbangkan konteks lokal serta komunikasi yang baik antara sekolah, orang tua, dan pemerintah.
Masyarakat, termasuk media, diharapkan tidak terburu-buru menyimpulkan atau menyamaratakan kebijakan yang hanya berlaku untuk jenjang atau wilayah tertentu. Sebaliknya, pemahaman yang utuh justru menjadi bagian dari upaya menciptakan iklim pendidikan yang sehat dan bertanggung jawab.
Dengan informasi yang akurat dan narasi yang berimbang, kita bisa menjaga semangat belajar siswa sekaligus mendukung kebijakan pemerintah yang bertujuan baik, tanpa menciptakan kebingungan atau ketegangan yang tidak perlu di tengah Pemahaman yang Perlu Diluruskan: Study Tour untuk Siswa TK, SD, dan SMP Masih Dimungkinkan di Kabupaten Tangerang
Dalam beberapa hari terakhir, beredar informasi mengenai larangan kegiatan study tour oleh sekolah-sekolah di Provinsi Banten. Banyak orang tua dan sekolah bertanya-tanya, apakah larangan tersebut berlaku untuk semua jenjang pendidikan? Penting untuk diluruskan bahwa larangan study tour yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 900.1.7.1/6345/Dindikbud/2025 hanya berlaku untuk jenjang SMA, SMK, dan SKh. Surat ini dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten dan bersifat khusus untuk tingkat menengah atas.
Sementara itu, untuk jenjang PAUD, TK, SD, dan SMP, kebijakan larangan belum diberlakukan secara menyeluruh di seluruh wilayah Provinsi Banten. Artinya, masing-masing daerah masih memiliki kewenangan untuk mengatur sesuai kebutuhan dan situasi wilayahnya.
Contohnya, Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah mengeluarkan surat edaran yang secara khusus melarang kegiatan study tour untuk semua jenjang, termasuk PAUD hingga SMP. Namun, hal ini belum diberlakukan di wilayah Kabupaten Tangerang.
Hingga saat ini, belum ditemukan adanya surat edaran resmi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang yang melarang kegiatan study tour untuk sekolah-sekolah jenjang TK, SD, dan SMP sederajat di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, sekolah-sekolah di Kabupaten Tangerang masih dapat melaksanakan program study tour atau outing class, selama kegiatan tersebut dirancang secara edukatif, aman, dan mendapat persetujuan dari orang tua serta komite sekolah.
Pemerintah Provinsi Banten, melalui Gubernur Andra Soni, memang mendorong agar kegiatan study tour dilakukan di dalam wilayah Banten. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat mengenal lebih dekat potensi edukatif dan wisata lokal yang dimiliki daerahnya.
Namun, dorongan tersebut bersifat imbauan, bukan pelarangan mutlak bagi jenjang pendidikan dasar di kabupaten yang belum mengeluarkan edaran resmi. Ini penting dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Study tour pada dasarnya merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran di luar kelas yang dirancang untuk memberi pengalaman langsung kepada siswa. Jika dikelola dengan baik, kegiatan ini bisa menjadi sarana penguatan materi pelajaran dan pembentukan karakter siswa.
Ustad Ahmad Rustam, seorang aktivis kerohanian dan anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, mengungkapkan pentingnya kebijakan yang bijaksana terkait pendidikan. Beliau menyatakan:
“Kebijakan pendidikan haruslah mendorong siswa untuk terus berkembang, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun karakter. Namun, harus diingat bahwa kegiatan luar kelas seperti study tour seharusnya dapat memberikan manfaat lebih, terutama bagi perkembangan karakter dan mentalitas anak. Dalam hal ini, kita harus memastikan bahwa kegiatan tersebut benar-benar edukatif dan tidak berisiko.”
Oleh sebab itu, kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat, media, maupun pemerintah harus tetap proporsional dan berbasis pada fakta regulasi yang berlaku di tiap wilayah administratif.
Larangan atau pembatasan memang bisa diberlakukan, terutama jika menyangkut faktor keselamatan siswa dan efektivitas pendidikan. Tetapi keputusan tersebut sebaiknya tetap mempertimbangkan konteks lokal serta komunikasi yang baik antara sekolah, orang tua, dan pemerintah.
Masyarakat, termasuk media, diharapkan tidak terburu-buru menyimpulkan atau menyamaratakan kebijakan yang hanya berlaku untuk jenjang atau wilayah tertentu. Sebaliknya, pemahaman yang utuh justru menjadi bagian dari upaya menciptakan iklim pendidikan yang sehat dan bertanggung jawab.
Dengan informasi yang akurat dan narasi yang berimbang, kita bisa menjaga semangat belajar siswa sekaligus mendukung kebijakan pemerintah yang bertujuan baik, tanpa menciptakan kebingungan atau ketegangan yang tidak perlu di tengah masyarakat.
(Oim)