Obat Terlarang Masih Dijual Terbuka di Pakuhaji, Pemkab Tangerang dan Aparat Dinilai Lalai
Tanggerang - inovasiNews.com Dugaan penjualan obat golongan G jenis Tramadol dan Eximer kembali mencoreng wajah Kabupaten Tangerang. Di Kp. Sukamulya RT 05/03 Desa Pakuhaji, sebuah lapak berukuran 3x3 meter hanya dipagari kayu justru menjadi etalase bebas penjualan obat keras terbatas. Pelakunya disebut-sebut dikoordinatori oleh seorang oknum ormas berinisial Yanus, dan diduga berada di bawah kendali seseorang bernama Ridwan asal Aceh.
Fenomena ini bukan yang pertama. Namun anehnya, hingga kini belum tampak ada tindakan nyata dan berkelanjutan dari aparat pengawas dan penegak hukum. Lapak ini tetap berdiri gagah, seolah menantang hukum yang mestinya ditegakkan tanpa pandang bulu.
Pemerintah Kabupaten Tangerang melalui Dinas Kesehatan, Satpol PP, dan aparat kepolisian semestinya tidak tinggal diam. Penjualan obat golongan G tanpa izin merupakan pelanggaran serius yang bisa dijerat dengan hukum pidana. Namun kenyataannya, indikasi kelengahan atau bahkan pembiaran justru tampak kasat mata.
Berdasarkan Pasal 196 dan 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar diancam pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1,5 miliar.
Selain itu, Pasal 106 juncto Pasal 197 menyebut bahwa peredaran obat tanpa izin edar merupakan tindakan melawan hukum yang wajib ditindak tegas oleh aparat kepolisian dan BPOM. Sayangnya, sampai berita ini diturunkan, belum ada respon atau tindakan nyata dari institusi tersebut.
Peran oknum ormas dalam jaringan ini menambah daftar panjang rusaknya moral para pelindung masyarakat. Bukannya mengayomi, justru malah terindikasi terlibat dalam praktik yang membahayakan generasi muda.
Jika benar dugaan ini, maka pembiaran oleh dinas dan aparat bisa dikategorikan sebagai kelalaian struktural.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius Bupati Tangerang, Kapolresta Tangerang, dan Dandim setempat untuk segera melakukan langkah konkrit.
Dalam aspek sosial, peredaran bebas Tramadol dan Eximer kerap kali dikonsumsi oleh pelajar dan pemuda. Efek candu dan kerusakan mental yang ditimbulkan sangat fatal, bahkan bisa memicu tindak kriminal dan gangguan kejiwaan jangka panjang.
Lembaga pendidikan, tokoh agama, dan masyarakat pun sudah lama bersuara. Namun suara mereka nyaris tak terdengar di telinga para pengambil kebijakan yang seolah memilih membisu dalam kenyamanan birokrasi.
Kami dari media mengingatkan semua pihak, khususnya Dinas Kesehatan, Satpol PP, Polsek Pakuhaji, BPOM, serta Bupati Tangerang untuk tidak menutup mata terhadap fenomena ini. Jangan sampai masyarakat menilai bahwa aparat telah kehilangan nyali atau justru ikut bermain dalam praktik haram ini.
Ini adalah momen refleksi: apakah aparat kita masih berpihak pada hukum dan keselamatan raky, atau sudah larut dalam sistem yang membiarkan kejahatan berjalan terang-terangan?
Kami juga meminta Komisi A DPRD Kabupaten Tangerang untuk segera memanggil dinas terkait dalam Rapat Dengar Pendapat guna mengurai dan menindaklanjuti dugaan pembiaran sistemik ini.
Kami berharap, Kabupaten Tangerang tak menjadi surga bagi pengedar obat-obatan terlarang. Saatnya semua pihak tanpa kecuali turun tangan, bergerak bersama, dan menegakkan hukum secara tegas demi menyelamatkan generasi bangsa dari kehancuran yang sunyi namun mematikan.
Negara tidak boleh kalah oleh lapak kayu dan oknum rakus. Jika hukum masih ada, buktikan bahwa hukum itu bekerja untuk rakyat.
(Dedy)