LSM Soroti TPK dan BPD Cireunde: Tak Paham Aturan, Tak Pegang Dokumen, Tapi Berani Klarifikasi
Tanggerang - inovasiNews.com Beredarnya pemberitaan di sejumlah media online mengenai dugaan mark-up anggaran pembangunan jalan paving block di Kampung Cikadongdong RT 011 RW 003, Desa Cireunde, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten, menuai sorotan dari berbagai pihak. Pasalnya, alih-alih menyampaikan hak jawab secara resmi kepada media yang pertama kali menerbitkan berita tersebut, Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cireunde justru memberikan klarifikasi melalui pemberitaan di media online lain.
Pemberitaan itu berjudul "Ketua TPK dan anggota BPD bantah dugaan Mark-Up pada proyek paving block di desa Cireunde."
Praktik ini dinilai tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 1 Ayat 11, yang menyatakan bahwa hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan sanggahan terhadap pemberitaan yang merugikan nama baiknya, dan harus disampaikan kepada media yang bersangkutan serta ditembuskan ke Dewan Pers.
"Kami melihat adanya kekeliruan prosedur dari pihak TPK dan BPD. Kalau merasa dirugikan, mestinya mereka menggunakan hak jawab yang sah, bukan membuat pemberitaan tandingan di media lain," tegas Deden Wahyudi, Sekretaris LSM Abdi Gema Perak Kabupaten Serang, Sabtu (3/5/2025).
Meski demikian, Deden menyatakan tetap menghormati hak setiap pihak untuk menyampaikan klarifikasi. Namun, ia menyayangkan pernyataan salah satu anggota BPD, Yayan Handayani, yang dianggap kurang profesional dalam menyikapi informasi dugaan pelanggaran anggaran dana desa.
"Sebagai pengawas anggaran yang digaji dari pajak rakyat, seharusnya BPD merespons dugaan tersebut dengan serius. Justru ini bisa dijadikan dasar evaluasi dan investigasi internal, bukan serta-merta membantah tanpa landasan dokumen," ujarnya.
Menurut Deden, tugas BPD adalah melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran desa berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
“Kami berharap ke depan BPD benar-benar menjalankan fungsinya berdasarkan data dan dokumen resmi, agar pengawasan berjalan sinkron dengan rencana anggaran yang telah ditetapkan,” tegas Deden.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya segera akan melaporkan dugaan ini ke Inspektorat Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Aparat Penegak Hukum (APH) guna dilakukan audit menyeluruh terhadap anggaran yang telah diterima dan dikelola Pemerintah Desa Cireunde.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Yayan Handayani membenarkan bahwa pengawasan yang dilakukannya tidak didasari dokumen perencanaan anggaran.
“Kami sebagai BPD hanya menjalankan fungsi pengawasan, walaupun memang tidak memiliki dokumen sebagai acuan resmi,” kata Yayan.
Terkait teknis proyek, ia menyebutkan bahwa pekerja berjumlah 20 orang, dengan sistem borongan Rp25.000 per meter persegi selama tiga hari. Masing-masing pekerja menerima upah sekitar Rp230.000. Untuk material abu batu, ia mengaku hanya mengetahui ada dua truk besar dan tambahan dua mobil pickup.
“Saya tidak tahu apakah mutu beton paving block sudah bersertifikasi atau tidak. Bahkan total anggaran juga kami tidak tahu karena tidak diberikan dokumen rencana anggaran,” tutupnya.
Sampai berita ini diturunkan, awak media masih berupaya menghubungi Ketua TPK, namun belum mendapatkan tanggapan.
(Red/Oim)