Pembangunan Sarana SANITREN Pondok Pesantren Al Barokah Disorot, Pemkab Tangerang dan Dinas Terkait Diminta Bertindak
Tangerang — inovasiNews.com Proyek pembangunan sarana sanitasi pondok pesantren (SANITREN) di Pondok Pesantren Al Barokah, Kampung Cisalak Nyompok RT 002/004, Desa Cireundeu, kembali menuai sorotan publik. Hingga awal Mei 2025, bangunan yang telah dikerjakan sejak akhir 2024 itu mangkrak tanpa kejelasan, memunculkan dugaan kuat tentang minimnya transparansi dan pengawasan.
Ketidakhadiran papan informasi proyek sebagaimana diatur dalam Permen PUPR No. 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Sistem Informasi Jasa Konstruksi menjadi indikasi awal adanya potensi pelanggaran administratif. Masyarakat sekitar bertanya-tanya: siapa pelaksana proyek ini? Dari mana sumber anggarannya? Dan mengapa tidak ada sosialisasi kepada warga?
“Kami tidak pernah tahu proyek ini datang dari mana. Tidak ada pemberitahuan ke RT atau RW. Kalau ini pakai uang rakyat, harusnya jelas dong,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kondisi di lapangan cukup memprihatinkan. Berdasarkan peninjauan langsung oleh tim media, bangunan tersebut belum rampung, tidak dilengkapi aliran air bersih, dan ditinggalkan begitu saja. Ironisnya, proyek yang sedianya menjadi penunjang kesehatan lingkungan pesantren justru berbalik menjadi sumber tanda tanya publik.
Lebih mencengangkan lagi, Ustadz Hapip selaku pemilik pondok menyatakan bahwa dirinya tidak tahu menahu terkait proyek ini. “Saya tidak tahu proyek ini datang dari mana. Tidak ada pemberitahuan resmi kepada saya. Tahu-tahu sudah dibangun begitu saja,” katanya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana mungkin sebuah proyek sanitasi bisa berdiri di lahan pesantren tanpa seizin atau sepengetahuan pengelola utamanya?
Dalam konteks ini, perlu dicolek dan diingatkan Dinas Perumahan, Permukiman dan Pemakaman; Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR); Dinas Kesehatan; hingga Inspektorat dan DPRD Kabupaten Tangerang. Jangan sampai dugaan pelanggaran prosedur dan tata kelola ini luput dari pengawasan karena berdampak langsung terhadap kemaslahatan masyarakat dan santri.
Lebih jauh, jika benar pembangunan ini bersumber dari dana hibah atau APBD, maka ketidaktransparanan ini dapat melanggar UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, dalam aspek perlindungan kerja, pelaksanaan proyek ini dilaporkan tidak memenuhi kaidah keselamatan kerja sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Para pekerja hanya mengenakan sandal jepit dan celana pendek, tanpa pelindung yang memadai.
Kondisi ini patut menjadi catatan penting bagi semua stakeholder. Pembangunan fasilitas keagamaan terutama yang menyangkut sanitasi dan kesehatan seharusnya menjunjung tinggi prinsip kejujuran, akuntabilitas, serta mengedepankan koordinasi lintas sektor.
Ustadz Ahmad Rustam, aktivis kerohanian sekaligus anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, turut menanggapi fenomena ini dengan nada prihatin. Dalam pernyataannya, beliau menegaskan:
"Proyek pembangunan sanitasi di lingkungan pondok pesantren seyogianya mencerminkan akhlak pengelola yang jujur, amanah, dan terbuka. Kalau sudah bicara fasilitas umat, apalagi di pesantren, tidak boleh ada kabut gelap informasi. Kalau benar ada dana publik yang digunakan, lalu dikerjakan tanpa koordinasi dan tanpa diketahui pemilik pondok, maka itu jelas cacat secara adab, cacat secara tata kelola, dan patut dicurigai secara hukum."
Beliau melanjutkan, "Dalam Islam, al-amānah (amanah) adalah pilar utama. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, 'Tidak sempurna iman seseorang yang tidak dapat dipercaya.' Maka, siapa pun yang terlibat dalam urusan umat harus berani transparan, tidak menyembunyikan informasi, apalagi menggunakan nama pesantren untuk kepentingan tertentu."
Menutup pernyataannya, Ustadz Ahmad Rustam mengajak semua pihak untuk introspeksi dan bertindak cepat. "Saya mendesak Pemkab Tangerang dan seluruh dinas terkait untuk membuka mata dan telinga. Jangan tunggu gaduh di media sosial. Turun ke lapangan, selidiki, dan perjelas kepada publik. Kalau memang ada yang keliru, luruskan. Kalau ada yang menyimpang, tindak. Kita ingin pembangunan yang beradab dan membawa berkah, bukan proyek siluman yang hanya mengundang kecurigaan."
Publik meminta dengan sangat kepada Pemkab Tangerang untuk tidak tinggal diam. Dinas-dinas terkait diminta melakukan audit pelaksanaan dan memastikan tidak ada unsur penyelewengan anggaran maupun penyalahgunaan kewenangan. Aparat penegak hukum dan lembaga pengawas seperti Kejaksaan Negeri, Inspektorat, dan BPK diminta turut serta turun tangan menelusuri asal muasal proyek tersebut.
Kritik ini bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan, melainkan membangun sistem yang sehat dan dapat dipercaya. Setiap rupiah yang digunakan untuk pembangunan, apalagi menyangkut lembaga pendidikan keagamaan, harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan administratif.
Harapannya, proyek sanitren ini tidak menjadi cermin kegagalan tata kelola pembangunan lokal. Sebaliknya, semoga ini menjadi momentum evaluasi total agar ke depan tidak ada lagi proyek tanpa identitas yang dibangun di atas nama umat tapi tidak mengakar pada kepentingan umat itu sendiri.
(Oim)