Toilet Sekolah Seadanya, Padahal Duitnya Segunung: Presiden Prabowo Bilang "Jangan Diselewengkan"
Tanggerang inovasiNews.com Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kembali menggugah kesadaran publik dan para pejabat negara pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025. Dalam pidato yang sarat keprihatinan di SDN Cimahpar 5, Bogor, ia menyoroti fakta ironis: meski anggaran pendidikan telah menyerap lebih dari 22% APBN, kebutuhan dasar sekolah seperti fasilitas toilet siswa masih jauh dari memadai. Pernyataan ini ramai diberitakan media nasional seperti DetikNews dan Tempo.
Pernyataan ini menjadi tamparan keras bagi para pemangku kebijakan, termasuk di daerah seperti Kabupaten Tangerang, yang baru saja mencanangkan program sekolah gratis bagi SD dan SMP swasta. Sebuah kebijakan yang terlihat positif, namun sepatutnya juga diiringi dengan evaluasi menyeluruh terhadap fasilitas sekolah negeri yang masih memprihatinkan.
Dugaan ketimpangan antara besarnya anggaran dan buruknya realisasi di lapangan bukan hal baru. Dari pusat hingga daerah, publik sering kali hanya disuguhi seremoni, sementara fakta di lapangan tidak berubah signifikan. Apakah pencanangan program sekolah gratis juga akan bernasib sama: ramai di awal, senyap dalam pengawasan?
Pemerintah Kabupaten Tangerang perlu menanggapi teguran Presiden ini dengan serius. Saat Bupati Maesyal Rasyid mengumumkan gelontoran anggaran Rp40 miliar untuk 49 ribu siswa SD dan SMP swasta, publik juga patut bertanya: bagaimana kondisi fasilitas dasar seperti toilet dan ruang belajar di sekolah negeri yang jumlah siswanya jauh lebih banyak?
Bukan berarti inisiatif sekolah gratis harus dikritik secara mentah. Namun, sudah seharusnya Pemkab Tangerang dan Dinas Pendidikan menyusun skala prioritas ber)basis kebutuhan riil, bukan sekadar program populis. Bukankah konstitusi mewajibkan negara mencerdaskan kehidupan bangsa secara adil dan merata?
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, menanggapi sindiran Presiden Prabowo dengan nada prihatin dan mengingatkan bahwa amanah mengelola anggaran publik adalah tanggung jawab moral yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya oleh negara, tapi juga oleh Allah SWT.
“Kalau anggaran pendidikan sudah triliunan tapi toilet sekolah masih satu, ini bukan sekadar masalah administrasi—ini soal akhlak dan amanah. Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan umat. Kalau yang dilayani malah susah buang air, maka pemimpinnya perlu muhasabah. Jangan cuma bangga dengan seremonial sekolah gratis, tapi fasilitas dasar anak didik dibiarkan darurat. Itu sama saja menipu rakyat dengan kata-kata manis,” tegasnya.
Kita tidak boleh lupa, bahwa seluruh anggaran pendidikan berasal dari keringat rakyat melalui pajak. Maka menjadi kewajiban moral seluruh pejabat publik untuk memastikan bahwa setiap rupiah digunakan tepat sasaran. Dugaan adanya kebocoran atau penyimpangan bukan hanya isu teknis, tapi soal etika dan amanat konstitusi.
"Jangan tunggu viral dulu baru sibuk. Amanah itu dilihat dari langkah nyata, bukan dari sirine peresmian. Dana pendidikan itu dari rakyat, dari pajak bukan uang warisan. Maka gunakan dengan rasa takut kepada Allah,” tambahNya.
Pasal 31 UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. Ini diperkuat dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Pertanyaannya kini: apakah Pemkab Tangerang dan Dinas Pendidikan benar-benar sudah menjalankan amanat undang-undang itu? Apakah DPRD sebagai pengawas anggaran telah cukup kritis? Apakah Inspektorat Daerah dan BPK benar-benar menyelidiki dugaan tidak efisiennya penggunaan dana pendidikan?
Sudah saatnya lembaga pengawasan internal dan eksternal termasuk aparat penegak hukum seperti Kejari, Polres, dan BPKP ikut turun tangan melakukan audit dan investigasi atas realisasi anggaran pendidikan. Jangan menunggu viral atau korban, baru bergerak. Responsif, preventif, dan transparan harus menjadi kata kunci.
Kami mengajak Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Bappeda, Inspektorat, serta DPRD dan Komisi Pendidikan untuk membuka data penggunaan anggaran pendidikan kepada publik. Jika benar tidak ada yang ditutup-tutupi, maka keterbukaan akan menjadi bukti komitmen terhadap reformasi birokrasi dan pelayanan publik.
Pendidikan adalah hak, bukan hadiah. Maka mari kita pastikan program sekolah gratis bukan sekadar pencitraan, melainkan sebuah sistem yang akuntabel, tepat sasaran, dan menyentuh kebutuhan paling dasar siswa. Jika toilet pun masih darurat, berarti masih ada yang sangat keliru dalam perencanaan dan pengawasan anggaran.
Kami berharap, dengan sentilan Presiden Prabowo ini, seluruh pihak terkait baik eksekutif, legislatif, dan pengawas anggaran membuka mata dan hati. Sudah waktunya kita fokus pada substansi, bukan seremoni. Pendidikan bukan sekadar proyek, tetapi investasi peradaban bangsa.
Mari kita kawal bersama, agar anak-anak Indonesia tidak hanya bersekolah, tapi juga belajar dengan aman, nyaman, dan bermartabat. Karena pendidikan bukan sekadar soal gedung dan angka, tetapi tentang masa depan. Dan masa depan itu tidak akan menunggu birokrasi yang lamban.
(Oim)